Benarkah Terasi Penyebab Pecah Perang Kerajaan Cirebon dan Sunda Galuh ?
PARAMETERMEDIA.COM – Menurut sebuah artikel Sejarah Cirebon dan Umum, pada sekitar abad ke 14 -15, Kerajaan Pajajaran menguasai banyak wilayah termasuk Kerajaan Cirebon di wilayah Pantai Utara bagian Timur.
Pada saat itu Kerajaan Sunda Galuh yang konon berlokasi di Ciamis, menjadi pusat administrasi Kerajaan Pajajaran di wilayah itu.
Cirebon adalah penghasil garam terbaik di Tanah Sunda, namun saat itu belum ditemukan bumbu masak sebagai penyedap rasa yang handal.
Hingga disebutkan jika makanan di tanah Sunda tidak memiliki cita rasa yang enak sama sekali.
Berdasarkan Kitab Carita Purwaka Caruban Nagari, pembuatan terasi tradisional pertama kali di Cirebon, dibuat oleh bangsawan Cirebon dari Kerajaan Caruban Larang (pra-Islam), yaitu pasangan suami istri Ki Danusela dan Nyi Arumsari.
Dari keluarga bangsawan inilah munculnya lahirnya cikal bakal Kesultanan Cirebon.
Pasangan ini juga membuat makanan Petis setelah adanya terasi, yang terbuat dari olahan udang kecil atau rebon, dicampur tumbukan nasi, garam dan bahan-bahan lain yang dirahasiakan.
Kemudian keterampilan pembuatan terasi dan petis diwariskan kepada menantu dan anaknya, Pangeran Walangsungsang (putra tertua Prabu Siliwangi ) dan Kancana Larang.
Karena terbilang berharga mahal, terasi menjadi pembeda antara makanan bangsawan dengan rakyat jelata.
Sejak saat itulah setiap tahunnya, Cirebon mengirimkan upeti berupa terasi, petis dan garam kepada kerajaan diatasnya.
Disebutkan bahwa konon kata terasi berasal dari kata Asih yang artinya disukai Raja.
Sementara itu dalam cerita lain saat Raja Galuh, Cakra Ningrat yang sedang menyantap masakan, tiba-tiba memuntahkan makanannya karena rasanya berbeda dan tidak enak.
Setelah bertanya rupanya makanan yang dihidangkan tidak ditambahkan terasi, dan raja pun mempertanyakannya.
Dari keterangan Patih disebutkan jika Cirebon telah menyatakan kemerdekaannya dan menghentikan pengiriman upeti terasi, petis dan garam.
Rajagaluh yang murka lalu mengirimkan bala tentara untuk memerangi Cirebon dibawah pimpinan Adipati Palimanan Arya Kiban yang pada saat itu sebagai panglima perang dari kerajaan Galuh.
Di posisi Cirebon pasukan di pimpin oleh Pangeran Kuningan dan Syeikh Magelung, perang pun terjadi di Pegunungan Kromong ( Palimanan – Gempol ) sekaligus menjadi tempat menghilangnya Adipati Palimanan yang melarikan diri setelah kalah dalam pertempuran itu.
Dalam Kitab Carita Purwaka Caruban Nagari juga disebutkan Kanjeng Sunan Gunung Jati naik tahta pada 1479, ia menjadi pemimpin Cirebon menggantikan Pangeran Walangsungsang.
Sunan pun menggantikan upeti dengan zakat fitrah. Kemerdekaan Cirebon tercatat terjadi pada pada tahun 1482.*