Puluhan Ribu Orang Inggris Tuntut Kompensasi Vaksinasi COVID, Sebabkan Gangguan Kesehatan hingga Cacat
PARAMETERMEDIA.COM – The Telegraph melaporkan hampir 14 ribu orang di Inggris menuntut kompensasi karena gangguan kesehatan bahkan cacat, yang menurut warganya disebabkan oleh vaksin virus corona SARS-CoV-2.
Sejak vaksin tersebut ditarik dari peredaran pada bulan Mei, sekitar 16 ribu orang telah menghubungi pihak berwenang, dan sebagian besarnya mengajukan permohonan terkait dengan vaksinasi COVID-19.
Sejauh ini pemerintah Inggris telah memberikan kompensasi sebesar £120 ribu atau sekitar Rp.2,5 juta kepada 2 persen warganya, sementara 5,5 ribu permohonan ditolak.
Pembayaran diterima oleh orang yang menderita stroke, serangan jantung, pembekuan darah, radang sumsum tulang belakang, pembengkakan berlebihan dan kelumpuhan wajah.
Sekitar 97 persen warga Inggris mendapat vaksinasi vaksin AstraZeneca, dan 3 persen sisanya memakai Pfizer atau Moderna.
Sebagian besar warga Inggris ini mengeluhkan AstraZeneca, dan mengatakan bahwa vaksin virus corona itu sangat berbahaya bagi kesehatan mereka.
Di Inggris, sejak tahun 1979, telah diberlakukann program kompensasi atas kerusakan yang disebabkan oleh vaksin (Vaccine Damage Payment Scheme, VDPS).
Vaxzevria (AZD1222) dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca, adalah vaksin vektor yang menggunakan pembawa berdasarkan virus lain, untuk mengirimkan informasi genetik virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh manusia.
Inggris menjadi negara pertama di dunia yang menyetujui penggunaan AstraZeneca bahkan sebelum pengujian vaksin itu selesai pada bulan Juni 2020. Perusahaan itu mengklaim jika hasil uji klinis menunjukkan obat tersebut memiliki efektivitas sebesar 70% pada saat itu.
Vaksin ini telah disetujui oleh WHO dan regulator di lebih dari 70 negara, tetapi tidak disetujui di Amerika Serikat.
Pada bulan Mei, Badan Obat-obatan Eropa dengan persetujuan Uni Eropa mengumumkan penarikan vaksin itu atas permintaan perusahaan farmasi tersebut.
AstraZeneca juga mengumumkan penarikan kembali obat tersebut di seluruh dunia dengan alasan karena penurunan permintaan.
Seminggu sebelum penarikan, raksasa farmasi itu juga untuk pertama kalinya mengakui bahwa vaksin tersebut dapat menyebabkan efek samping yang fatal.*