Virus Marburg Menyebar, Negara-negara Arab Peringatkan Warganya Tidak Berpergian ke Guinea Khatulistiwa dan Tanzania
PARAMETERMEDIA.COM – Negara-negara Arab di Teluk Persia mengeluarkan peringatan kepada warganya untuk tidak berpergian ke Guinea Khatulistiwa dan Tanzania karena penyebaran Virus Marburg.
Kementerian Luar Negeri dan Kerjasama Internasional UEA menyarankan negara-negara ini, untuk mengikuti tindakan pencegahan dan rekomendasi dari otoritas kesehatan setempat.
Seruan yang sama juga dilakukan oleh otoritas Arab Saudi , Kuwait , Bahrain dan Oman .
Menurut Wakil Menteri Kesehatan Arab Saudi, Abdullah al-Asiri, kasus virus Marburg belum terdaftar di kerajaan itu, namun otoritas telah menyiapkan fasilitas kesehatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit itu.
Otoritas Kesehatan Arab Saudi juga mengeluarkan pengumuman yang mencantumkan tanda-tanda infeksi virus Marburg, seperti sakit kepala parah, sakit perut, dan pendarahan dari hidung dan mulut.
Kementerian Kesehatan Guinea Khatulistiwa, telah mengumumkan adanya 13 kasus infeksi virus langka Marburg yang telah teridentifikasi di negara ini sejak wabah dimulai, dimana dilaporkan satu orang pasiennya telah sembuh.
Sebelumnya, AFP yang mengutip keterangan Kementerian Kesehatan Equatorial Guinea, melaporkan sembilan kematian akibat virus Marburg.
Virus Marburg adalah patogen yang sangat berbahaya yang menyebabkan demam parah yang sering disertai pendarahan, menyerang beberapa organ dan mengurangi kemampuan tubuh.
Jenis virus dari keluarga filovirus, termasuk virus Ebola, yang mendatangkan malapetaka sebelumnya di Afrika.
Virus alami Marburg berasal dari kelelawar buah Afrika, yang membawa virus tetapi hewan ini kebal terhadap virus itu.
Baca juga:
Hewan ini bisa menularkan virus ke primata dalam jarak dekat, termasuk manusia, kemudian terjadi melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya
Penyebarannya di antara manusia bisa melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, darah, serta alat dan pakaian yang digunakan oleh seseorang yang terinfeksi
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, mencatat bahwa saat ini belum ada vaksin atau obat antivirus yang terdaftar untuk pengobatan virus tersebut.
Saat ini hanya melalui perawatan suportif (rehidrasi oral atau intravena) dan pengobatan simtomatik untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien.