Mendikbudristek: PTM Terbatas Cegah Memudarnya Capaian Belajar dan Jaga Kesehatan Jiwa Anak 2
PARAMETERMEDIA.COM- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim kembali menegaskan potensi memudarnya capaian belajar (learning loss) dan memburuknya kesehatan psikis anak-anak Indonesia akan semakin besar jika Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terus berlangsung. Untuk itu, pemerintah terus mendorong terselenggaranya Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat dan strategi pengendalian Covid-19 di sekolah.
“(Anak-anak) kemungkinan besar kehilangan antara 0,8 sampai 1,2 tahun pembelajaran. Jadi seolah-olah satu generasi kehilangan hampir setahun pembelajaran di masa ini,” ungkap Mendikbudristek pada acara bincang-bincang “Bangkit Bareng” secara daring di kanal YouTube resmi Republika, Jakarta, Selasa (28/9). Dilanjutkan Nadiem, banyak anak-anak terdampak kesehatan jiwanya akibat pandemi. “Banyak anak-anak kita yang kesepian dan trauma dengan situasi ini. Begitu juga dengan orang tuanya,” katanya.
Sejak 2020, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus melakukan advokasi ke berbagai daerah yang telah dapat menggelar PTM terbatas untuk segera menyelenggarakan dengan persiapan yang matang dan sistem pengendalian yang baik. “Sudah 40 persen sekolah mulai tatap muka terbatas, tapi ini angkanya masih kecil. Kalau tidak mau makin ketinggalan, kita harus tatap muka dengan protokol kesehatan teraman yang bisa dilakukan,” jelas Menteri Nadiem.
Sekolah wajib memahami dan menaati panduan PTM Terbatas di dalam Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). “Kita harus terus waspada akan penyebaran Covid-19 dan memastikan protokol kesehatan tetap terjaga. Namun, kita juga harus memerhatikan dampak permanen PJJ yang mengkhawatirkan,” ujar Mendikbudristek.
“Kebutuhan PTM sangat besar dan ini harus dimengerti. Sebanyak 80-85% murid-murid ingin kembali ke sekolah kembali tatap muka,” lanjutnya.
Merdeka Belajar Mendukung Pemulihan Pandemi
Merdeka Belajar, diterangkan Mendikbudristek, merupakan payung dengan sejumlah kebijakan di bawahnya. “Merdeka Belajar filsafat Ki Hajar Dewantara yang benar-benar mencetuskan gerakan dalam sistem pendidikan yang memerdekakan masyarakat,” tuturnya. Ia mencontohkan formulasi kebijakan Merdeka Belajar dalam aspek penganggaran, adalah memerdekakan kepala sekolah untuk menentukan kebutuhan sekolah yang terpenting.
“Di awal pandemi, kami berikan kemerdekaan pada kepala sekolah untuk menggunakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang langsung ditransfer ke sekolah. BOS sampai tepat waktu dan penggunaannya lebih fleksibel. Kebijakan ini dirayakan kepala sekolah dan guru yang sadar, urgensi dan kebutuhan masing-masing sekolah luar biasa berbeda,” jelas Mendikbudristek.
Contoh lain, tambah Mendikbudristek, adalah kemerdekaan guru mengajar sesuai kemampuan siswa. “Kita menjalankan sistem pendidikan untuk memastikan seluruh murid belajar. Maka guru harus diberikan fleksibilitas,” tegasnya. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya mencari pemimpin-pemimpin bidang pendidikan yang berpikiran merdeka. “Itulah sebabnya ada Guru Penggerak, di mana kita menyeleksi intensif dan melatih para guru untuk menjadi pemimpin sekolah di masa depan yang berani, pro perubahan, dan pro kemerdekaan bagi guru dan siswa,” terang Menteri Nadiem.
Menyikapi keterbatasan-keterbatasan akibat pandemi yang menimbulkan tantangan untuk menyesuaikan kurikulum dengan realitas kesanggupan warga sekolah, Menteri Nadiem mengungkapkan, “Bagaimana mengejar literasi dan numerasi, kalau kita memaksa semua sekolah dan guru mengejar seluruh isi kurikulum, semua jenis standar pencapaian dan mata pelajaran? Tidak mungkin.”
Maka dari itu, lanjut dia, para guru penting diberikan kemerdekaan memilih fokus kepada pembelajaran-pembelajaran paling esensial. “Sejak awal pandemi, Kemendikbduristek memberi opsi penggunaan kurikulum darurat yang lebih sederhana. Ini tidak dipaksakan, dan ternyata 36 persen sekolah di Indonesia memakai kurikulum ini. Riset awal menunjukkan secara signifikan, bahwa sekolah yang memakai kurikulum darurat, ketertinggalannya lebih kecil. Karena kurikulum ini memang lebih sederhana dan fokusnya jadi kepada keterampilan mendasar literasi dan numerasi. Jadi sebetulnya, kebutuhan menyederhanakan kurikulum ini juga sangat penting,” tambah Menteri Nadiem.
Digitalisasi sekolah, diterangkan Mendikbudristek, juga menjadi prioritas kementerian untuk menyukseskan PTM terbatas dan menopang PJJ daring maupun luring yang masih terus dilakukan. “Kita menyediakan berbagai platform, dan membuat super-app pendidikan bagi guru dan kepala sekolah,” kata Mendikbudristek.
Tanpa peralatan TIK, lanjut Nadiem, kesenjangan antarsekolah dan antarwilayah akan terus ada. Maka, bantuan peralatan TIK bagi sekolah yang membutuhkan juga sangat penting. “Sehingga, di daerah manapun, guru dan kepala sekolah punya akses yang sama dan jadi benar-benar memerdekakan konten belajar,” terangnya.
Digitalisasi sekolah juga mendorong upaya Kemendikbudristek untuk meringankan beban para guru dan kepala sekolah, khususnya beban administratif. Dicontohkan Nadiem, dengan platform SIPLah, para guru dan kepala sekolah dapat melakukan pengadaan barang dan jasa secara daring tanpa khawatir akan melakukan kesalahan yang sifatnya administratif karena kekurangpahaman terhadap aturan. Berbagai fitur SIPLah juga melindungi para guru dan kepala sekolah dari beragam potensi kerugian. “Kami ingin memerdekakan para guru dan kepala sekolah dari ‘penjajahan’ administratif,” tuturnya.
Selain itu, Mendikbudristek juga menyadari keterbatasan guru dalam mendidik siswa yang banyak. “Guru tidak bisa memberikan mentoring satu per satu pada murid. Maka, kita membuat Kampus Mengajar di mana para mahasiswa turun ke desa untuk membantu para guru SD dan SMP mengajar adik-adiknya yang ketinggalan, memberi bimbingan gratis bidang literasi, numerasi, dan pendidikan karakter,” terangnya.
Majunya kualitas pembelajaran di bidang literasi, numerasi, dan karakter Pelajar Pancasila yang berbudi luhur pun terus diupayakan. Salah satunya lewat Asesmen Nasional yang berfokus mengukur ketiga bidang tersebut secara menyeluruh. “Untuk pertama kalinya, di sinilah kita dapat memetakan sekolah mana yang paling membutuhkan bantuan, mana yang paling ketinggalan, dan mana yang tidak terlalu ketinggalan. Ini membantu kita melihat detil keberhasilan dan ketertinggalan kita,” pungkas Menteri Nadiem. (Sumber: kemdikbud.go.id)